Senin, 27 April 2009

Idealisme Berotak bukan Idealisme Berontak

*Oleh: Riki Efendi

Idealisme. kompilasi dari dua kata. Kata Ideal dan kata isme. Ideal artinya suatu keadaan yang sempuna dan isme merupakan sebuah paham atau prinsip hidup. Maka sementara ini idealisme boleh kita pahami sebagai prinsip kehidupan dimana sang pemilik prinsip selalu ingin mengejawantahkan kesempurnaan. Entah sudah berapa orang yang ikut serta mendefinisikan idealisme. Entah pula sudah berapa lembaran buku yang memuat arti kata idealisme. Yang jelas jumlah manusia-manusia yang mulai meninggalkan idealismenya lebih banyak dari uraian-uraian bibir maupun bacaan-bacaan tersebut. Zaman sudah mulai mendekati kondisi dimana idealisme menjadi layaknya barang langka. Yang coba-coba menunjukkan idealismenya siap-siap saja dijaga ‘kelestariannya’ melalui pengasingan.

Idealisme acap dipersaudarakan dengan anarkisme, radikalisme, extremisme dan artian-artian sebangsanya. Tidak heran idealisme menjadi sering disu’udzoni dalam banyak ranahnya. Segala hal yang berontak kemudian digelari sikap fundamental pertahanan idealisme. Kekerasan-kekerasan dan spesies-spesiesnya juga demi berbagai macam pembelaan ikut-ikutan numpang selamat pada kata Idealisme. Padahal jika kata idealisme ini kita tarik maka akan keliatanlah dengan jelas lekuk-lekuk akar dan buluh-buluh halus pembuluhnya. Dan tak satupun disana tersemat buku-buku kekerasan. Mustahil sekali sesuatu yang diupayakan bisa sempurna, gaya tatanya berkiblat pada gaya anarkis. Gaya perbaikan disamakan dengan gaya pengrusakan. Memang idealisme dalam bentuk alamiahnya cenderung tidak bisa ditawar dan dikompromikan. Karena itu akan mendekati lobi-lobi pelunturannya. Namun ternyata idealisme juga berpikir dan hidup. Dinamis. Ia berotak dan bukan sekedar berontak.

Idealisme Offensif atau Defensif

Setelah digelayuti makna kekerasan sekarang idealisme oleh beberapa pengikut taklidnya juga coba dihubung-hubungkan dengan kejumudan. Sholih saja dan bukan mushlih. Baik dan cukup sampai pada kepuasan lingkaran lokal kebaikan itu. Sekedar sebentuk aksi moral menolak godaaamplop. Dan bukan sebuah misi besar untuk dapat menciptakan sistem protektif dan solutif yang dapat membentengi individu-individu lain dari rayuan amplop-amplop hitam dan kelabu sejenis. Namun pilihan ini tidaklah serta merta mengenyampingkan aksi-aksi kecil semisal penolakan amplop ataupun ucapan terima kasih. Sebab sebagaimana nasihat seorang ustadz teduh asal Bandung yang mengatakan titik mulai yang seharusnya diawali dari hal-hal yang terlihat remeh.

Jika secara kata Idealisme merupakan kompilasi kata ideal dan isme maka dalam perwujudannya ia merupakan kombinasi dari suatu sikap (defensif) dan aksi (offensif). Jadi dalam kandungan sifat sejatinya, Idealisme merupakan produk perjuangan yang salah satu sayapnya adalah pertahanan. Idealisme merupakan bentangan benteng kokoh dari ancaman serangan musuh sekaligus jet tempur yang siap mendobrak kebobrokan sistem birokrasi yang sudah teramat carut marut. Kemudian idealisme juga merupakan mesin-mesin konstruksi yang siap membangun kembali peradaban yang bersih dan menebarkan kesejahteraan merata pada seluruh masyarakat.

Rasulullah, Pemilik Idealisme Agung

Bicara tentang komprehensivitas menyangkut figur dan keteladanan maka tidak akan pernah bisa lepas dari sosok mulia sekelas nabi Muhammad saw. Idealisme yang beliau bawa amat jelas, cahaya pencerdasan dan pencerahan dari syari’at lengkap dan sempurna, Islam. Ketika idealismenya itu coba diganggu gembong jahiliyah dengan memancing ketergiuran beliau pada harta dan kuasa maka Rasulullah memperlihatkan penjagaan luar biasa terhadap idealismenya. “Seandainya mereka meletakkan mentari di tangan kananku kemudian rembulan di tangan kiriku maka semua itu takkan mengubah arah perjuanganku. Aku akan terus membawa risalah agung ini hingga Allah memenangkanku atau aku mati dalam memperjuangkan idealismeku ini. Dimulai dengan penjelasan bahasa protektif terhadap idealismenya dengan menjauhkan kemungkinan godaan terdahsyat semacam matahari dan rembulan. Lantas Rasulullah juga memancangkan komitmen masa depannya untuk membawa perjuangan idealisme ini tidak sebatas protektivitas namun juga menuju produktifitas. Optimalisasi perjuangan dengan menyisakan hanya dua pilihan. Mulia dalam status kehidupannya di dunia atau meninggalkannya dengan senyuman ridha seorang syuhada menyambut janji Rabb-nya.



(Ketika lagi-lagi harus melihat rekan-rekan makan jeruk sunkist dengan begitu nikmatnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar